3 Jenis Terapi Khusus untuk Menyembuhkan Kecanduan Game Online
ZAKY MOHAMMAD, S.Kom Selasa, 10 Juli 2018 pukul 02.47 WIB
6660 views | Share:

3 Jenis Terapi Khusus untuk Menyembuhkan Kecanduan Game Online

Dampak seseorang yang mengalami kecanduan terhadap video atau permainan berbasis internet (game online) sangat besar. Seseorang yang mengalami adiksi, di samping mengalami keluhan secara fisik juga mengalami perubahan struktur dan fungsi otak.
 
Praktisi kesehatan jiwa, dr. Kristiana Siste, SpKJ(K) dari Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RSCM menyebutkan bahwa struktur dan fungsi otak orang yang mengalami kecanduan game online akan mengalami perubahan. “Kalau kita lihat otaknya pake MRI, ada perubahan di bagian otak pre-frontal cortex,” ungkap dr. Siste dalam rilis yang disampaikan Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
 
Gangguan pada bagian otak tersebut mengakibatkan orang yang mengalami suatu ketergantungan atau kecanduan kehilangan beberapa kemampuan/fungsi otaknya, antara lain fungsi atensi (memusatkan perhatian terhadap sesuatu hal), fungsi eksekutif (merencanakan dan melakukan tindakan) dan fungsi inhibisi (kemampuan untuk membatasi).
 
“Adanya perubahan otak membuat seseorang sulit mengendalikan perilaku impulsif. Sering pasien yang datang mengaku sudah bosan main (game) tapi tidak bisa berhenti. Karena memang otaknya sudah berubah, fungsi otak yang berfungsi untuk menahan perilaku untuk tidak impulsif itu sudah terganggu. Padahal dia sendiri sudah tidak menikmati, tapi tidak bisa berhenti karena kehilangan kontrol tadi,” katanya.
 
Selain berperilaku impulsif, bisanya orang yang kecanduan video/game online kehilangan fokus saat mengerjakan sesuatu sehingga berdampak pada prestasi dan produktivitasnya. Sedangkan emosi yang tidak stabil juga seringkali berdampak buruk pada hubungan relasi, sehingga sebagian besar para pecandu video/game online menunjukkan sikap yang anti-sosial.
 
Sementara itu, dari sisi kesehatan, seseorang yang kecanduan game online akan mengalami gangguan tidur sehingga memengaruhi sistem metabolisme tubuhnya, sering merasa lelah (fatigue syndrome), kaku leher dan otot, hingga Karpal Turner Syndrome.
 
Selain itu, kecenderungan sedentary life dan memprioritaskan bermain game dibandingkan aktifitas utama lainnya (misalnya makan), membuat para pecandu game online mengalami dehidrasi, kurus atau bahkan sebaliknya (obesitas) dan berisiko menderita penyakit tidak menular (misalnya penyakit jantung).
WHO telah menetapkan kecanduan game online atau game disorder ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD) sebagai penyakit gangguan mental (mental disorder).
 
Seseorang yang mengalami ketergantungan/kecanduan memerlukan psikoterapi bahkan farmakoterapi untuk mengurangi tingkat adiksi dan dampak dialami. Ada tiga jenis terapi yang digunakan para praktisi psikiatri untuk menangani kasus adiksi, seperti:
 
1/ Cognitive Behavior Therapy (CBT)
Orang yang memiliki ketergantungan terhadap sesuatu, maka ia sudah mempunyai pola pikir tertentu. Untuk itu, CBT digunakan untuk memodifikasi pikiran-pikiran negatif agar dapat disubstitusi dengan pola pikir yang lebih positif. “Sudah ada pikiran bahwa dengan main game saya senang, kalau saya mau senang saya harus game. Nah, untuk memodifikasi pikirannya, kita ganti menggunakan metode ini,” ujar dr. Siste.
 
2) Motivational Interview (MI)
Metode ini lebih cocok bagi pasien para remaja dan dewasa muda. Mengingat pengambilan keputusan (otonomi) dalam terapi sepenuhnya ada di tangan pasien.
 
3) Terapi Perilaku
Metode ini dilakukan dengan cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan motivasi pasien untuk menghambat ketergantungannya. Salah satu contohnya, untuk pasien yang kecanduan gadget dan internet, perlu membuat rule, misalnya menggunakan gadget hanya di area keluarga atau tidak ada wifi di kamar.
“Bermain game itu untuk senang? Nah, kita alihkan ke berbagai bentuk aktifitas atau kegiatan yang menyenangkan. Perlu digali aktifitas nyata yang bisa membuat senang misalnya camping atau memasak misalnya,” jelas dr. Siste.
 
Sementara itu, dr. Eva Suryani, SpKJ menambahkan bahwa pendekatan pengobatan hanya diberikan kepada pasien dengan co-morbid, misalnya pasien dengan gangguan kecemasan atau gangguan depresi. “Selain psikoterapi dengan farmakoterapi dengan obat-obatan tergantung gejala yang dialami,” tutur dr. Eva.
 
Saat ini, Dept. Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bekerjasama dengan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo telah mendirikan layanan psikiatri yang cukup komprehensif untuk menangani pasien-pasien ketergantungan (adiksi). Tenaga di dalamnya terdiri dari para psikiater adiksi, psikiater anak dan remaja, ada juga psikiater marital therapy, dan neuropsikiatri. “Perlu kolaborasi, karena seringkali ada kaitannya antara satu dengan yang lain,” terang dr. Siste
 



 

(Faunda Liswijayanti - www.femina.co.id)