DUNIA DIGITAL ANAK DAN EKSPLOITASI SENYAP ALGORITMA
Sekretariat Selasa, 24 Juni 2025 pukul 00.00 WIB
34 views | Share:

DUNIA DIGITAL ANAK DAN EKSPLOITASI SENYAP ALGORITMA

Di era digital, anak-anak semakin mudah terhubung dengan konten melalui gawai. Namun, tanpa disadari, konten-konten tersebut disusupi oleh sistem algoritma yang bekerja secara otomatis menyaring dan menampilkan materi berdasarkan perilaku pengguna. Dalam unggahan akun edukasi digital @katadotid, dijelaskan bahwa algoritma platform kerap menyisipkan iklan secara halus, seperti “iklan makanan ringan atau mainan yang disajikan seperti hiburan”, padahal itu adalah bentuk dorongan konsumtif terselubung yang secara tidak langsung membentuk pola pikir anak sejak usia dini.
Fenomena ini adalah contoh nyata dari Exhibit A: Algoritma, sebuah sistem yang dirancang untuk mempertahankan perhatian pengguna—termasuk anak-anak—tanpa mempertimbangkan usia atau kesiapan psikologis mereka. Sementara itu, anak-anak berada dalam Exhibit B: Dunia Anak, sebagai pengguna aktif namun belum memiliki kemampuan menilai risiko atau memilah informasi. Mereka menjadi sasaran empuk konten viral yang dikemas menarik. Parahnya, banyak orang tua memilih membiarkan anak bermain gadget asal tidak rewel. Berdasarkan laporan yang dirilis Indonesia.go.id, lebih dari 70% anak Indonesia menggunakan internet tanpa pendampingan, dan hanya 18% orang tua yang benar-benar memeriksa konten yang diakses anak.
Akibatnya, anak-anak terpapar konten tidak sesuai usia, seperti unboxing mainan mahal, game berbayar, hingga tantangan berbahaya yang dapat memengaruhi psikologi mereka. Dalam konteks ini, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 hadir untuk memberikan perlindungan hukum kepada anak di ruang digital. Regulasi ini menuntut platform digital agar menyediakan filter usia, menolak penggunaan data anak untuk tujuan komersial, dan mewajibkan klasifikasi serta moderasi konten. Tujuannya bukan membatasi, tetapi melindungi dan mendampingi proses tumbuh kembang anak di tengah gempuran digital.
Selain regulasi dan dukungan pemerintah, kunci keberhasilan perlindungan anak di ruang digital terletak pada keterlibatan aktif orang tua dan guru. Pertama, gunakan pengaturan kontrol orang tua (parental control) di semua perangkat dan aplikasi yang digunakan anak. Kedua, tentukan waktu layar (screen time) yang sesuai dengan usia, dan libatkan anak dalam aktivitas digital yang bersifat mendidik. Ketiga, dampingi anak saat mengakses internet, dan biasakan berdiskusi soal apa yang mereka tonton. Keempat, ajarkan anak mengenali iklan terselubung, konten palsu, atau ajakan berbahaya. Kelima, gunakan referensi dari PP No. 17 Tahun 2025 untuk mengetahui hak dan perlindungan digital anak, termasuk fitur pelaporan konten dan klasifikasi usia. Guru pun dapat mengintegrasikan literasi digital dalam pembelajaran serta memperkuat kerja sama dengan keluarga.
Namun regulasi tidak akan berjalan efektif jika masyarakat belum memiliki kesadaran kolektif. Di sinilah pendekatan Komunikasi Digital (Komdigi) menjadi krusial. Di Kabupaten Wonosobo, Diskominfo tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi, tetapi juga pelaku aktif dalam edukasi digital masyarakat. Melalui program-program seperti ICT For Dummies, Wonosobo Digital Academy, kelas literasi digital untuk difabel tuli, hingga pelatihan digital parenting bagi orang tua, komunitasjuga  dan guru, Diskominfo menghadirkan aksi nyata dalam membangun kesadaran digital yang inklusif dan berkelanjutan. Infrastruktur seperti Wi-Fi publik tersaring serta konten edukatif di media sosial dan radio lokal semakin memperkuat ekosistem literasi digital yang aman, khususnya bagi anak dan remaja. Dengan pendekatan ini, keamanan digital anak tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab platform atau regulasi semata, melainkan gerakan bersama yang tumbuh dari komunitas, sekolah, keluarga, dan pemerintah daerah. Seperti yang dikutip dari unggahan @katadotid, “Bukan salah anak jika mereka meminta sesuatu setelah melihat iklan yang tampak seperti tontonan lucu. Salah kita kalau membiarkan algoritma mengasuh mereka sendirian.”