Muhibah Budaya, Wujud Dukungan Hamengku Buwono X Kepada Bupati Wonosobo Dalam Pemajuan Kebudayaan
Dipilihnya Kabupaten Wonosobo oleh Keraton Yogyakarta dan Pemerintah DIY sebagai tempat Muhibah Budaya, tak lepas dari sejarah masa lampau dan wujud dukungan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada Bupati Wonosobo dalam pemajuan kebudayaan Mataraman.
Hamengku Buwono X, pada pelaksanaan Malam Budaya yang digelar di Pendopo Bupati Wonosobo, Sabtu malam (26/10), menyampaikan bahwa Muhibah Budaya ini bukan sekedar kunjungan biasa, tetapi bermakna merajut persahabatan untuk merangkai kembali kesejarahan Mataram.
“Jika kita membuka lembaran sejarah, terbukti terentang benang merah yang menyambung hubungan Yogyakarta dengan Wonosobo. Jejak-jejak sejarah itu tidak hanya tentang keprajuritan saja, tetapi bisa juga dilacak dari peningggalan budaya berupa seni tari, busana dan tembang mocopat. Oleh sebab itu Muhibah ini juga dimaksudkan untuk menggali, menguji dan mengkaji serta berbagi gagasan melalui Workshop yang dilanjutkan dengan pagelaran budaya,” Ungkap Hamengku Buwono X.
Menurut Hamengku Buwono X, mengapa budaya yang kemudian melekat menjadi tradisi masih memiliki vitalitas dan bisa bertahan hidup hingga sekarang, karena memang menyimpan energi spiritual-kultural yang selalu direvitalisasi secara kreatif oleh komunitas lokal pendukungnya. Revitalisasi adalah upaya untuk menghidupkan kembali pusaka budaya yang dulu pernah menjadi bagian dari vitalitas hidup masyarakat. Dimana pendekatan revitalisasi mencakup aspek yang komprehensif, baik dalam aspek sejarah, makna, keunikan dan citra. “Revitalisasi bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada aspek estetika saja, tetapi harus menukik sampai ke akar maknanya yang substansial. Inilah makna terdalam dari muhibah budaya ini,” terang Hamengku Buwono X.
Hamengku Buwono juga menyampaikan, Mengapa kita harus belajar dai sejarah, karena manusia adalah mahluk yang selalu mengingat kenangan. Dimana kematian menjadi ancaman akan ambruknya kenangan. Sementara itu kita tak mau lupa, dan kita juga tak mau dilupakan. Oleh sebab itu sejarah selalu ditulis. Sejarah bagaimanapun juga memang merupakan ikhtiar melawan lupa.
“Itulah mengapa Muhibah Budaya ini dikemas dengan tujuan merajut budaya Mataraman dari Yogyakarta dan Wonosobo untuk memperkaya khasanah budaya Indonesia. Dengan Visi dan harapan seperti itulah, saya menyambut baik dan mengapresiasi peristiwa hari ini. Serta penghargaan yang tinggi kepada Pemda Wonosobo, khususnya Bupati atas penyelenggaraan Muhibah Budaya ini, selain berjalan dengan baik dan lancar, juga memberi manfaat untuk pengembangan seni budaya kedua daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari Budaya Mataraman,” pungkas Hamengku Buwono X.
Sementara pada kesempatan itu Bupati Wonosobo, Eko Purnomo, juga menyampikan ucapan selamat datang kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X beserta Gusti Kanjeng Ratu Hemas, dan jajarannya, di kota Asri ini, semoga dengan kehadiran beliau sekalian dapat semakin mempererat jalinan silaturahmi serta kerjasama, antara Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Wonosobo dalam segala bidang. Serta penghargaan yang tinggi, kepada segenap jajaran Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami, sehingga kami dapat berkolaborasi dalam rangkaian kegiatan Muhibah Budaya Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Kami berharap dengan rangkaian kegiatan Muhibah Budaya ini, mampu memotivasi kami, khususnya para seniman, budayawan, pemerhati, dan organisasi-organisasi kesenian, untuk terus dan terus mengembangkan kreasi dan inovasi, sekaligus mengaktualisasikan diri melalui aktivitas, dan prestasi seni. Saya juga berharap, kegiatan ini mampu menumbuhkan kesadaran bersama, guna melestarikan dan menjaga nilai-nilai luhur budaya bangsa yang ada, dengan berbasis kearifan lokal yang sangat kaya. Serta, menjadi salah satu langkah awal dalam merajut ikatan budaya berbasis sejarah, agar identitas Wonosobo akan lebih jelas terlihat, sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi budaya adiluhung,” pungkas Eko Purnomo.
Muhibah Budaya ini sendiri berlangsung selama 3 hari, 24-26 Oktober 2019. Berbagai kegiatan dilaksanakan dalam muhibah budaya ini, seperti Workshop Tari Beksan Bugis, Tari Nawung Sekar, Macapat, Busana Jawa Yogyakarta. Selain Workshop juga digelar Wayang Kulit semalam suntuk pada tanggal 25 Oktober, Dialog budaya. Pemutaran Serial Ketoprak beteng Rotterdam TVRI Yogyakarta dan puncaknya adalah Malam Budaya pada tanggal 26 Oktober 2019 atau Sabtu malam.
Pada Malam Budaya dipentaskan uyu-uyu panembono macapat hasil workshop, pentas tari workshop “Beksan Bugis”, pentas tari workshop “Nawung Sekar”, Pentas tari “Beksan Bugis” Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan pentas tari “Srimpi Pande Lori” Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.