DESBUMI Dorong Perempuan Purna Migran Lebih Berperan Di Proses Politik Lokal
Keberadaan Lembaga Desa Peduli Buruh Migran (DESBUMI) dan Desa Migran Produktif (DESMIGRATIF) di sejumlah wilayah di Wonosobo ternyata terbukti mampu mendorong peran para perempuan purna migran untuk lebih berperan dalam proses-proses politik, setidaknya di tingkat lokal. Hal itu terungkap dalam paparan Zulyani Evi dan Yovi Arista dari Divisi Data dan Publikasi Migrant Care Indonesia, di seminar hasil penelitian StudI Komparatif DESBUMI-DESMIGRATIF yang digelar di Ballroom Kresna Hotel, Selasa (25/2/2020). Zulyani dan Yovi sebagai pembicara kunci dalam seminar tersebut mengaku telah melakukan penelitian terhadap peran dan fungsi Desbumi – Desmigratif di 4 Desa, yaitu Rogojati, Sukoharjo, Lipursari Leksono, Sindupaten Kertek dan Kuripan Kecamatan Watumalang.
Menurut Yovi, sejumlah perempuan purna migran yang tergabung dalam Desbumi menjadi lebih memiliki peran dalam proses-proses pembangunan di Desa mereka, termasuk di dalamnya memanfaatkan remitansi sosial yang mereka miliki. “Di Kuripan Watumalang contohnya, ada Fitriani Kader Purna Migran yang mengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak Desa sehingga mereka lebih terampil dalam penguasaan Bahasa Internasional tersebut di luar materi yang diterima di sekolah”, ungkap Yovi. Di Desa Sindupaten Kertek, Zulyani juga menyebut purna migran mendapat dukungan pihak Desa untuk memperoleh pelatihan menjahit dan membatik, dan bahkan dijanjikan untuk mendapat bantuan alat, serta pembangunan gedung perpustakaan untuk mendorong budaya literasi. Hal itu, menurutnya positif mengingat DESBUMI memunculkan pengorganisasian dari tingkat akar rumput untuk advokasi perlindungan pekerja migran dan berkembang menjadi melting pot bertemunya program-program terkait pekerja migran dan pembangunan berbasis Desa.
Untuk terus mendorong peran dan fungsi Desbumi-Desmigratif agar di masa-masa mendatang lebih kuat, keduanya menyepakati agar ada kerangka legal yang merekognisi sekaligus memperkuat tata layanan perlindungan dan pekerja migran di tingkat Desa di dalam kebijakan tingkat Daerah (Kabupaten). “Juga diperlukan sinergi antar lembaga, baik elemen pemerintah dan masyarakat sipil untuk memaksimalkan fungsi pendataan, dan data yang dikumpulkan”, lanjut Yovi. Kemudian, kedua peneliti itu juga menyebut urgensi untuk merekognisi remitansi sosial dari pekerja migran sebagai modalitas yang strategis, menjadi bagian dalam kerangka intervensi pemberdayaan kelompok purna migran. Terakhir, rekomendasi atas hasil penelitian Desbumi dan Desmigratif itu juga menyebut perlunya kontrol publik masih diperlukan untuk menjaga kualitas penyelenggaraan pemerintahan serta proses politik di tingkat daerah-Desa, agar responsif pada kepentingan pekerja migran.
(Danang Hari Purnomo – Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Wonosobo)